raja darius ingin menguasai eropa sepenuhnya,tetapi dia mendapat perlawanan dari yunani (athena dan sparta).artikel ini membahas perang antara persia dan yunani.
Invasi Persia pertama ke Yunani adalah invasi yang dilakukan
oleh Kekaisaran Persia terhadap negara kota di Yunani pada Perang Persia.
Invasi ini dimulai pada tahun 492 SM, dan berakhir dengan kemenangan telak
Athena pada Pertempuran Marathon pada tahun 490 SM. Invasi ini terdiri dari dua
kampanye terpisah, dan dilakukan atas perintah kaisar Persia Darius I dengan
tujuan menghukum Athena dan Eretria, karena kedua negara kota itu telah
membantu negara kota di Ionia selama melakukan pemberontakan terhadap kekuasaan
Persia. Selain itu Darius juga melihat kesempatan untuk memperluas kekuasaannya
ke Eropa, serta mengamankan perbatasan baratnya.
Kampanye pertama pada 492 SM, dipimpin oleh Mardonios,
berhasil menduduki kembali Thrakia dan memaksa Makedonia menjadi negara klien
Persia. Akana tetapi, armada Mardonios dihantam badai di lepas pantai Gunung
Athos sehingga kampanye itu harus dihentikan. Setahun kemudian, Darius mengirim
utusan ke semua negara kota Yunani, meminta mereka untuk tunduk pada Persia.
Hampir semua negara kota bersedia tunduk, Kecuali Athena dan Sparta. Kedua
negara kota itu bahkan membunuh utusan Darius. Akibatnya, Darius memerintahkan
untuk dilaksanakannya kampanye selanjutnya.
Kampanye kedua, pada tahun 490 SM, dilakukan di bawah
komando Datis dan Artaphernes. Pertama-tama, ekspedisi diarahkan ke Pulau
Naxos, yang berhasil ditaklukkan dan dibakar. Armada Persia kemudian mendatangi
pulau-pulau lainnya di Kepulauan Kyklades dan mereka menaklukkan tiap pulau
yang mereka datangi. Setelah itu pasukan Persia berlabuh di Eretria, yang
kemudian dikepung, dan setelah beberapa hari, berhasil ditaklukkan.
Eretria
dihancurkan dan penduduknya dijadikan budak. Pada akhirnya pasukan Persia
bergerak menuju Attika, mendarat di Marathon dan hendak menuju Athena. Tapi di
sana pasukan Persia harus menghadapi pasukan Athena. Meski berjumlah lebih
sedikit, pasukan Athena berhasil meraih kemenangan dan mengalahkan Persia pada
Pertempuran Marathon.
Kekalahan ini membuat pasukan Persia terpaksa kembali ke
Asia. Meski gagal meraih keberhasilan penuh, namun pasukan Persia berhasil
melaksanakan sebagian tujuan kampanye, yaitu menghukum Naxos serta Eretria dan
menguasai sebagian besar wilayah Aigea. Namun, Darius masih tidak puas dengan
kekalahan dari Ahena, oleh karena itu dia bersiap melaksanakan kampanye
berikutnya. Akan tetapi Darius terlebih dahulu meninggal, sehingga tanggung
jawab invasi selanjutnya dikendalikan oleh penerusnya, Xerxes I, yang memimpin
invasi kedua Persia ke Yunani, dimulai pada tahun 480 SM.
Permulaan Perang
Invasi pertama Persia ke Yunani berakar langsung pada
Pemberontakan Ionia, yang merupakan fase pertama pada Perang Yunani-Persia.
Akan tetapi, invasi itu juga merupakan akibat dari hubungan jangka panjang
antara orang Yunani dan Persia. Pada tahun 500 SM Kekaisaran Persia masih
relatif mudah dan amat ekspansionistik, namun rawan terhadap pemberontakan yang
dilakukan oleh bangsa-bangsa taklukannya. Lagipula, raja Persia, Darius, adalah
seorang perebut takhta, dan telah menghabiskan banyak waktu untuk memadamkan
pemberontakan terhadap kekuasaannya.
Bahkan sebelum Pemberontakan Ionia, Darius
telah mulai memperluas Kekaisaran Persia ke Eropa, menaklukkanThrakia, dan
memaksa Makedonia menjadi sekutu Persia. Upaya ekspansi lebih jauh ke dunia
Yunani kuno yang terpecah-pecah kemungkinan tidak dapat terhindarkan. Akan
tetapi, Pemberontakan Ionia telah secara langsung mengancam kebersatuan
Kekaisaran Persia, dan negara-negara kota di Yunani daratan tetap menjadi
ancaman yang potensial terhadap kestabilan Persia di masa depan. Ini membuat
Darius bertekad untuk menguasai dan menenangkan Yunani dan Aigea, serta
menghukum negara kota yang terlibat dalam Pemberontakan Ionia.
Pemberontakan Ionia bermula dari ekspedisi ke Naxos yang
berakhir dengan kegagalan. Upaya tersebut merupakan kerjasama antara satrap
Persia Artaphernes dan tiran Miletos, Aristagoras. Kegagalan ekspedisi itu
membuat Artaphernes memutuskan untuk melengserkan Aristagoras dari jabatannya,
namun sebelum itu sempat dilakukan, Aristagoras telah lebih dulu mundur dan
memproklamasikan Miletos sebagai negara demokrasi.
Kota-kota Ionia lainnya
mengikuti langkah ini, menumbangkan para tiran mereka yang ditunjuk oleh
Persia, dan menyatakan bahwa mereka adalah negara demokrasi. Artistagoras kemudian memohon dukungan dari
negara-negara kota di Yunani daratan, namun hanya Athena dan Eretria yang
bersedia mengirim pasukan.
Keterlibatan Athena dalam Pemberontakan Ionia muncul dari
sederet keadaan yang rumit, bermula dari pendirian Demokrasi Athena pada akhir
abad ke-6 SM. Pada tahun 510 SM, dengan bantuan dari Kleomenes I, Raja Sparta,
rakyat Athena mengusir Hippias, penguasa tiran dari Athena. Keluarga Hippias telah berkuasa selama 50
tahun, dengan ayah Hippias, Peisistratos, memerintah selama 36 tahun. Hippias
sendiri sudah berkuasa selama beberapa tahun dan sebenarnya ingin meneruskan
kekuasaannya.
Setelah diusir dari Athena, Hippias mengungsi ke Sardis, tepatnya
di istana satrap Persia, Artaphernes, dan menjanjikan kendali atas Athena
kepada Persia jika mereka bersedia membantunya untuk kembali berkuasa.
Sementara itu, Kleomenes membantu membangun tirani
pro-Sparta dengan menempatkan Isagoras sebagai pemimpin di Athena, bertentangan
denganKleisthenes, pemimpin keluarga Alkmaionid yang secara teradisional cukup
berpengaruh, yang menganggap bahwa mereka sebenarnya merupakan pewaris alamiah
atas kekuasaan di Athena.
Dengan tanggapan yang berani, Kleisthenes
mengemukakan kepada rakyat Athena bahwa dia akan membentuk suatu 'demokrasi' di
Athena, yang membuat para anggota aristokrasi ketakutan. Alasan Kleisthenes
mengajukan hal yang radikal itu yang membuat keluarganya kehilangan kekuasaan,
tidak diketahui; kemungkinan dia merasa bahwa masa-masa kekuasaan aristokrasi
akan segara berakhir; yang jelas, dia tak mau Athena menjadi negara boneka
Sparta bagaimanapun caranya. Akan tetapi, akibat usulannya, Kleisthenes dan
keluarganya diusir dari Athena oleh Isagoras. Namun, rakyat Athena, yang telah
dijanjikan dmokrasi, memberontak dan mengusir Kleomenes dan Isagoras dari
Athena.
Setelah itu Kleisthenes memperoleh kembali kekuasaannya di Athena pada
tahun 507 SM, dan dengan cepat mulai mendirikan pemerintahan demokrasi.
Pendirian dmokrasi merevolusi Athena, yang kelak menjadi salah satu kota paling
maju di Yunani. Kebebesan dan pemerintahan mandiri yang baru saja diciptakan di
Athena bermakna bahwa dengan demikian mereka secara khusus menentang kembalinya
tiranya Hippias, atau segala bentuk pendudukan oleh pihak asing, baik oleh
Sparta, Persia, maupun oleh bangsa lainnya.
Kleomenes tidak senang dengan semua kejadian itu, dan
akhirnya dia berarak ke Athena dengan pasukan Sparta. Usaha Kleomenes untuk
memulihkan kekuasaan Isagoras di Athena berakhir dengan kegagalan. Akan tetapi
rakyat Athena sudah keburu merasa takut dan memutuskan untuk mengirim utusan
kepada Artaphernes di Sardis, untuk memohon bantuan dari Kekaisaran Persia.
Artaphernes meminta Athena memberinya 'tanah dan air', tanda tradisional untuk
ketundukan, yang disetujui oleh utusan dari Athena itu. Akan tetapi, para
utusan itu dicela oleh rakyat ketika kembali ke Athena. Kleomenes lalu berusaha
menghasut suatu plot untuk memulihkan Hippias sebagai penguasa Athena.
Rencananya gagal dan lagi-lagi Hippias harus melarikan diri ke Sardis. Hippias
lalu membujuk Persia untuk menaklukkan Athena.
Athena mengirim utusan kepada
Artaphernes untuk mencegahnya mengambil tindakan, namun Artaphernes hanya
menyuruh orang Athena untuk menerima kembali Hippias sebagai tiran.Orang Athena
menolak keras hal ini, dan dengan demikian mereka secara terbuka menyatakan
perang kepada Persia. Dengan menjadi musuh Persia, Athena menjadi berada dalam
posisi untuk mendukung kota-kota Ionia ketika mereka mulai melakukan
pemberontakan. Selain itu, kenyataan bahwa demokrasi Ionia diilhami oleh Athena
semakin mendorong Athena untuk mendukung Pemberontakan Ionia, apalagi kota-kota
Ionia dipercaya bermula sebagai koloni-koloni Athena.
Kota Eretria juga mengirim bantuan bagi orang Ionia dengan
alasan yang tak sepenuhnya jelas. Kemungkinan faktornya adalah alasan
perdagangan; Eretria adalah kota dagang, yang perniagaannya terancam oleh
dominasi Persia di Aigeia. Herodotos berpendapat bahwa Eretria mendukung
pemberontakan sebagai balasan karena dulu orang Miletos pernah membantu Eretria
dalam perang melawan Khalkis.
Athena dan Eretria mengirim satuan militer yang terdiri atas
25 trireme ke Asia Kecil untuk membantu pemberontakan. Ketika berada di sana,
pasukan Yunani mengejutkan dan mengalahkan pasukan Artaphernes, sebelum
kemudian bergerak menuju Sardis dan membumihanguskan kota itu. Akan tetapi,
setelah itu pasukan Yunani dikejar-kejar hingga ke pantai oleh pasukan berkuda
Persia dan kehilangan banyak tentara dalam prosesnya.
Meskipun serbuan mereka
bisa dibilang berakhir sia-sia, Eretria dan Athena telah memicu kebencian kekal
Darius, sehingga raja Persia itu bersumpah untuk menghukum kedua kota itu.
Kemenangan angkatan laut Persia dalam Pertempuran Lade pada tahun 494 SM
mengakhiri Pemberontakan Ionia, dan pada tahun 493 SM, tempat pertahanan
pemberontak terakhir telah ditaklukkan oleh armada Persia. Pemberontakan itu
digunakan oleh Dairus sebagai alasan untuk memperluas kekaisarannya ke
pulau-pulau di Aigeia timur dan Propontis, yang sebelumnya bukan bagian dari
wilayah kekuasaan Persia. Berakhirnya Pemberontakan Ionia memungkinan Persia
untuk mulai merencanakan pergerakan mereka selanjutnya, yaitu memusnahkan
ancaman dari Yunani terhadap Kekaisaran Persia, dan menghukum Athena serta
Eretria.
Kampanye pertama
Pada musim semi tahun 492 SM sebuah pasukan ekspedisi, yang
dipimpin oleh menantu Darius, Mardonios, dikirim ke Yunani, terdiri atas armada
laut dan pasukan darat. Meskipun tujuan utamanya adalah menghukum Athen adan
Eretria, ekspedisi itu juga dilancarkan untuk menaklukkan sebanyak mungkin kota
Yunani. Berangkat dari Kilikia, Mardonios mengirim pasukan darat untuk berjalan
ke Hellespontos, sedangkan dia sendiri memimpin armada laut.
Dia berlayar
mengelilingi pesisir Asia Kecil ke Ionia, di sana dia tinggal sebentar untuk
menghapus jabatan tiran yang berkuasa di kota-kota Ionia. Mardonios
menggantikan sistem tirani dengan sistem demokrasi, meskipun demokrasi juga
merupakan salah satu faktor dalam Pemberontakan Ionia.
Dari sana armada Persia meneruskan perjalanan ke
Hellespontos, dan setelah semua sudah siap, kapal-kapal Persia menyeberangkan
pasukan darat ke Eropa. Pasukan kemudian berarak melaluiThrakia, menaklukkan
kembali daerah tersebut, karena sebelumnya pernah dikuasai oleh Persia pada
tahun 512 SM, pada masa kampanye Darius melawan bangsa Skythia. Setelah
mencapai Makedonia, Persia memaksa Makedonia menjadi kerajaan klien (negara
bawahan) Persia. Sebelumnya Makedonia sudah menjadi sekutu Persia namun tetap
merdeka.
Sementara itu, armada Persia berlayar menyeberangi Thassos,
dan membuat orang Thasos tunduk pada Persia. Armada Persia lalu berlayar di
sepanjang pesisir hingga sejauh Akanthos di Khalkidike, sebelum kemudian
berupaya untuk memutari Gunung Athos. Akan tetapi, kapal-kapal Persia terjebak
badai besar, yang membuat mereka terdampar di pesisir Athos. Akibat dari badai
itu adalah rusaknya 300 kapal dengan tewas dan hilangnya 200.000 tentara
(menurut Herodotos).
Di tempat lain, ketika pasukan darat Persia sedang berkemah
di Makedonia, suku Bryges, satu suku Thrakia lokal, melakukan serangan malam
terhadap perkemahan Persia, membunuh banyak tentara Persia dan melukai
Mardonios.Meskipun terluka, Mardonios berhasil memimpin pasukannya mengalahkan
dan menguasai suku Bryges.
Dengan insiden yang menimpa armada laut dan pasukan
daratnya, Mardonios akhirnya memimpin pasukan darat Persia kembali ke
Hellespontos, sedangkan sisa-sisa kapal Persia juga mundur ke Asia.Meskipun
tujuan utama kampanye ini tidak tercapai, namun Persia berhail memperluas
wilayahnya dan mengamankan daerah perbatasan dengan Yunani. Ini membuat bangsa
Yunani menyadari bahwa Darius memiliki tujuan tertentu terhadap mereka.
Setelah ekspedisi yang gagal, Darius beralih pada upaya
diplomasi. Kemungkinan karena dia beranggapan bahwa ekspedisi sebelumnya telah
membuat orang Yunani mengetahui rencananya, dan barangkali dia merasa bahwa
tekad kota-kota Yunani mulai melemah. Pada tahun 491 SM Darius mengirim utusan
kepada semua negara kota Yunani, meminta "tanah dan air," tanda tradisional
untuk ketundukan. Sebagian besar kota tunduk kepadanya, karena takut akan
amarah Darius.
Akan tetapi, di Athena para utusan Darius dibunuh, sedangkan di
Sparta utusan Darius dilempar ke dalam sumur. Ini menjadikan jelas siapa yang
akan menjadi lawan Persia dalam bentrokan selanjutnya, yaitu Sparta dan Athena.
Kedua negara ini bekerja sama dalam menghadapai Persia meskipun keduanya pernah
saling bermusuhan.
Akan tetapi, Sparta kemudian dilanda kericuhan internal.
Mulanya adalah ketika penduduk Aigina tunduk kepada Persia, dan Athena, yang
khawatir Persia akan menjadikan Aigina pangkalan angkatan laut, meminta Sparta
untuk ikut campur.Salah satu dari dua raja Sparta, Kleomenes I, pergi ke Aigina
untuk secara langsung mengkonfrontir penduduk Aigina, namun orang Aigina
meminta kepada raja Sparta lainnya, Demaratos, untuk mendukung sikap mereka.
Kleomenes menanggapi dengan menyatakan bahwa Demaratos sudah tak berhak lagi
menjabat sebagai raja. Dengan bantuan pendeta di Delphi, yang dia suap,
Kleomenes berhasil menggantikan Demaratos dengan sepupunya Leotykhides. Kini berhadapan
dengan dua raja Sparta, rakyat Aigina akhirnya menyerah dan menyerahkan sandera
kepada Athena sebagai jaminan sikap mereka. Akan tetapi, di Sparta fakta
penyuapan Kleomenes kepada pendeta Delpi terungkap, dan dia pun diusir dari
kota.
Kleomenes lalu berusaha menggalang dukungan di Peloponnesos, yang membuat
Sparta mengalah dan mengizinkannya kembali ke kota. Pada tahun 491 SM,
Kleomenes dianggap gila dan dihukum penjara. Dia meninggal sehari kemudian.
Kleomenes digantikan oleh saduara tirinya Leonidas I.
Memanfaatkan kericuhan di Sparta, yang secara efektif
membuat Athena menjadi sendirian, Darius memutuskan untuk melancarkan ekspedisi
amfibi dengan tujuan menghukum Athena dan Eretria. Pasukan dikumpulkan di Susa,
dan berarak menuju Kilikia, di sana armada laut telah bersiap. Komando
ekspedisi diberikan kepada Datis orang Mede danArtaphernes, putra satrap
Artaphernes.
Pasukan besar Persia
Menurut Herodotos, armada yang dikerahkan oleh Darius terdiri
atas 600 trireme.Tidak disebutkan dalam sumber kuno berapa jumlah kapal angkut
yang mengiringinya, jika memang ada. Herodotos menyebutkan bahwa 3,000 kapal
angkut mengiringi 1,207 trireme pada invasi Xerxes tahun 480 SM.Di kalangan
sejarawan modern, beberapa menerima jumlah ini sebagai jumlah yang wajar; diduga
bahwa jumlah 600 kapal itu meliputi trireme dan kapal angkut, atau bahwa kapal
angkutnya tidak termasuk dalam 600 kapal trireme itu.
Herodotos tidak menghitung jumlah pasukan Persia, hanya
menyebutkan bahwa mereka merupakan "pasukan infanteri yang besar yang
dikumpulkan dengan baik.Dalam sumber-sumber kuno lainnya, penyair Simonides,
yang agak sezaman, mengatakan bahwa pasukan kampanye itu berjumlah 200.000
tentara, sedangkan penulis dari masa selanjutnya, Cornelius Nepos dari Romawi,
menaksir jumlahnya 200,000 infanteri dan 10,000 kavaleri. Plutarkhos dan
Pausanias sama-sama memberi jumlah 300.000 tentara, begitu pula kamus Suda.
Plato dan Lysiasmemberi angka 500,000; sedangkan Justinus 600,000.
Sejarawan modern pada umumnya menganggap bahwa angka-angka
di atas terlalu berlebihan. Salah satu cara untuk memperkirakan jumlah tentara
Persia adalah dengan menghitung jumlah marinir yang dibawa oleh 600 trireme.
Herodotos menuturkan bahwa tiap trireme pada invasi kedua ke Yunani membawa 30
marinir, tambahan untuk 14 marinir standar.Dengan demikiam 600 trireme dapat
membawa 18,000–26,000 infanteri. Jumlah tentara Persia yang dikemukakan oleh
para sejarawan berkisar antara 18,000–100,000. Akan tetapi, konsensusnya
kemungkinan berada pada kisaran 25.000 tentara.
Infanteri Persia yang dikerahkan dalam invasi kemungkinan
bermacam-macam karena terdiri atas beragam kelompok etnis di seluruh Kekaisaran
Persia. Akan tetapi, menurut Herodotos, setidaknya ada kesamaan umum dalam
jenis zirah dan gaya bertempur.Secara umum, pasukan Persia bersenjatakan busur
dan panah, tombak pendek dan pedang, membawa perisai anyaman, dan mengenakan
baju kulit.
Satu pengecualian untuk ini kemungkinan adalah pasukan orang-orang
asli Persia, yang berangkali mengenakan zirah sisik.Beberapa kontingen
dipersenjatai secara berbeda;misalnya pasukan Saka terkenal sebagai pengguna
kapak.Kontingen elite infanteri Persia tampaknya diisi oleh orang asli Persia
beserta orang Mede, Kissia dan Saka;Herodotos secara khusus menyebutkan
keberadaan tentara Persia dan Saka di Marathon.
Gaya bertempur yang digunakan
oleh Persia pertama-tama adalah menggunakan panah untuk melemahkan musuh
sebelum kemudian melancarkan pukulan mematikan dengan tombak dan pedang.
Perkiraan untuk kavaleri biasanya ada pada kisaran 1,000–3,000
tentara. Kavaleri Persia biasanya berisi tentara dari etnis Persia, Baktria,
Mede, Kissia, dan Saka; sebagaian besarnya kemungkinan bertempur sebagai
kavaleri misil bersenjata ringan. Armada Persia kemungkinan bersar disertai
setidaknya beberapa kapal angkut, karena kavaleri tidak dapat dibawa oleh
trireme, meskipun Herodotos menyatakan sebaliknya. Lazenby memperkirakan bahwa
diperlukan 30-40 kapal angkut untuk membawa 1000 kavaleri.
Kampanye kedua
Setelah berkumpul, pasukan Persia berlayar dari Kilikia
pertama-tama ke pulau Rhodos. Sebuah Kronik Kuil Lindos mengungkapkan bahwa
Datis sempat mengepung kota Lindos namun berakhir dengan kegagalan.
Armada Persia kemudian bergerak ke utara di sepanjang
pesisir Ionia ke menuju Samos, sebelum kemudian berbalik arah dengan cepat
menuju Laut Aigea. Mereka lalu berlayar menuju Naxos, dengan tujuan menghukum
kota itu karena dulu pernah menggagalkan ekspedisi Persia di sana satu dekade
sebelumnya.Ketika Naxos akhirnya takluk oleh pasukan Persia, banyak penduduknya
yang melarikan diri ke pegunungan; mereka yang tertangkap dijadikan
budak.Pasukan Persia lalu membumihanguskan kota itu dan kuil-kuil orang Naxos.
Armada Persia meneruskan perjalanan dengan berlayar menuju
Delos. Setiba di sana, penduduk Delos juga telah melarikan diri dari
rumah-rumah mereka. Setelah menunjukkan kemarahan Persia di Naxos, Datis
berniat memberikan pengampunan kepada kota-kota lainnya jika mereka berseida
tunduk kepada Persia.
Datis lalu mengubur
300 talanton kemenyan di altar Apollo di Delos, untuk menunjukkan rasa
hormatnya kepada salah satu dewa pulau itu. Dari Delos, armada Persia berlayar
dari pulau ke pulau di Laut Aigea untuk kemudian bergerak menuju Eretria. Dalam
perjalanannya, pasukan Persia mengambil sandera dan tambahan tentara dari tiap
pulau.
Setelah berlayar melintasi Kyklades, armada Persia akhirnya
tiba di ujung selatan Euboea, di Karystos. Penduduk Karystos menolak
menyerahkan sandera kepada Persia. Akibatnya pasukan Persia mengepung mereka
dan merusak lahan mereka, hingga akhirnya penduduk Karystos menyerah dan
bersedia tunduk kepada Persia.
Pengepungan Eretria oleh persia
Satuan militer Persia berlayar menyusuri Euboia menuju
target utama mereka yang pertama, Eretria. Menurut Herodotos, rakyat Eretria
mengalami perbedaan pendapat mengenai tindakan apa yang harus dilakukan: apakah
harus melarikan diri ke dataran tinggi, tetap bertahan di dalam kota, atau
menyerah kepada Persia. Pada akhirnya, mayoritas orang memutuskan untuk tetap
bertahan di dalam kota.
Orang Eretria tidak melakukan upaya apapun untuk
menghentikan pasukan Persia yang berlabuh dan berarak maju menuju kota Eretria,
sehingga dengan mudahnya pasukan Persia mengepung kota itu. Selama enam hari
pasukan Persia menyerang tembok pertahanan Eretria, dengan korban di kedua
pihak. Pada hari ketujuh, dua orang Eretria yang terkemuka membuka gerbang dan
menyerahkan kota itu kepada Persia. Eretria kemudian dihancurkan, sedangkan
kuil-kuilnya dijarah dan dibakar.Selain itu, sesuai perintah Darius, semua
penduduk Eretria dijadikan budak.
Pertempuran Marathon
Setelah menaklukkan Eretria, armada Persia berlayar ke
selatan menuju pesisir Attika, dan berlabuh di pantai Marathon, kira-kira 25
mil (40 km) dari Athena, atas nasihat Hippias, putra dari mantan tiran Athena,
Peisistratos. Pasukan Athena, yang dibantu oleh sejumlah kecil pasukan Plataia,
berarak menuju Marathon dan berhasil menghalangi dua jalur keluar dari dataran
itu. Pada saat yang sama, pelari tercepat Athena, Pheidippides (atau
Philippides) dikirim ke Spartauntuk memohon agar pasukan Sparta dikerahkan ke
Marathon untuk membantu Athena.
Pheidippides tiba di Sparta ketika orang Sparta
sedang merayakan festival Karneia, suatu periode perdamaian yang sakral. Dia
diberitahu bahwa pasukan Sparta tidak boleh bertempur hingga bulan purnama; ini
artinya Athena tidak dapat mengharapkan bantuan Sparta untuk setidaknya sepuluh
hari. Dalam keadaan seperti itu, pasukan Athena memutuskan untuk tidak langsung
menyerang dan lebih memilih posisi bertahan di Marathon.
Kebuntuan berlangsung selama lima hari, sebelum akhirnya
pasukan Athena (dengan alasan yang tak sepenuhnya jelas) memutuskan untuk
menyerang pasukan Persia. Meskipun pasukan Persia memiliki jumlah tentara yang
lebih banyak, hoplites terbukti secara efektif membawa dampak yang
menghancurkan, menggulung sayap pasukan Persia sebelum kemudian mengobrak-abrik
bagian tengah barisan Persia; sisa-sisa pasukan Persia meninggalkan medan
tempur dan melarikan diri menuju kapal-kapal mereka. Herodotos menutukan bahwa
ditemukan 6400 mayat tentara Persia di medan perang seusai pertempuran;
sedangkan pasukan Athena hanya kehilangan 192 orang dan Plataia 11 orang.
Tidak lama seusai pertempuran itu, Herodotos menuturkan
bahwa armada Persia berlayar di sekitar Tanjung Sounion untuk menyerang Athena
secara langsung, meskipun beberapa sejarawan modern berpendapat bahwa usaha itu
dilakukan oleh armada Persia sebelum pertempuran.Pasukan Athena jelas sadar
bahwa kotanya masih dalam bahaya, dan bergerak secepat mungkin untuk kembali ke
Athena. Pasukan Athena tiba tepat waktu untuk mencegah armada Persia berlabuh
di Athena.
Menyadari bahwa kesempatan telah hilang, armada Persia berbalik arah
dan kembali ke Asia. Keesokan harinya, pasukan Sparta tiba di Marathon setelah
menempuh jarak sejauh 220 kilometer (140 mil) hanya dalam waktu tiga hari.
Pasukan Sparta menjelajahi medan tempur, dan meyakini bahwa pasukan Athena
telah memperoleh kemenangan besar.
Akibat perang
Kekalahan Persia di Marathon untuk sementara waktu
mengakhiri invasi Persia ke Yunani. Akan tetapi, dalam invasi tersebut, Thrakia
dan kepulauan Kyklades dikuasai oleh Persia, sedangkan Makedonia dijadikan
negara bawahan oleh Persia. Dengan memperoleh banyak tambahan wilayah itu,
Darius masih sangat ingin menaklukkan Yunani, dengan tujuan mengamankan bagian
barat kekaisarannya. Selain itu, Athena tetap belum dihukum atas perannya dalam
Pemberontakan Ionia, dan baik Athena maupun Sparta masih belum dihukum atas
perlakukan buruk mereka kepada utusan Persia.
Darius dengan demikian mulai mengumpulkan pasukan baru
dengan jumlah tentara yang sangat banyak yang dia maksdukan untuk sepenuhnya
menguasai Yunani. Akan tetapi, pada tahun 486 SM, bangsa taklukannya di Mesir
memberontak, sehingga ekspedisi ke Yunani harus tertunda hingga waktu yang tak
tentu. Darius meninggal dunia dalam perjalanan ke Mesir, dan takhta Persia
diwariskan kepada putranya Xerxes
I.
Xerxes menghentikan pemberontakan
Mesir, dan dengan sangat cepat memulai kembali persiapan untuk menyerbu Yunani.
Ekspedisi ini akhirnya siap pada tahun 480 SM, dan dengan demikian invasi kedua
Persia ke Yunani pun dimulai; dalam ekspedisi ini pasukan Persia dipimpin
langsung oleh Xerxes. Pasukan Persia meraih keberhasilan awal pada Pertempuran
Thermopylae dan Pertempuran Artemision (Agustus 480 SM). Akan tetapi, kekalahan
Persia dalam Pertempuran Salamis pada bulan September 480 SM menjadi titik
balik dalam kampanye militer itu,dan setahun kemudian ekspedisi itu berakhir
dengan kemenangan telak Yunani dalam Pertempuran Plataia.
Bagi Persia, dua ekspedisi ke Yunani bisa dibilang merupakan
suatu keberhasilan; wilayah-wilayah baru ditambahkan ke dalam kekaisaran dan
Eretria berhasil dihukum. Hanya ada kegagalan kecil ketika invasi Persia
dihentikan melalui kekalahan mereka pada Pertempuran Marathon; kekalahan
tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap sumber daya militer Persia yang
amat besar.Namun bagi orang Yunani, peristiwa di Marathon merupakan suatu
kemenangan besar.Itu adalah pertama kalinya orang Yunani dapat mengalahkan
pasukan Persia, dan menunjukkan bahwa Persia dapat dikalahkan, dan bahwa
perlawanan, bukannya ketundukan, adalah mungkin untuk dilakukan.
Kemenangan di Marathon adalah momen yang menentukan bagi
demokrasi Athena yag masih muda, menunjukkan apa yang dapat dicapai melalui
persatuan dan kepercayaan diri; dan memang, pertempuran itu secara efektif
benar-benar menandai dimulainya "zaman kejayaan" bagi Athena. Ini
juga berlaku bagi Yunani secara keseluruhan; "kemenangan mereka memberikan
keyakinan kepada bangsa Yunani pada takdirnya yang akan berlangsung selama tiga
abad, yang pada masa itulah kebudayaan barat lahir". Pendapat terkenal
John Stuart Mill adalah bahwa "Pertempuran Marathon, bahkan sebagai suatu
peristiwa dalam sejarah Britania, lebih penting daripada Pertempuran Hastings".
Secara militer, pelajaran utama bagi orang Yunani dari
Pertempuran Marathon adalah potensi pasukan hoplites bergaya phalanx. Gaya ini
telah berkembang selama perang-perang yang menghancurkan di kalangan bangsa
Yunani sendiri; karena tiap negara kota bertempur dengan cara yang sama,
keuntungan dan kerugian hoplites bergaya phalanx belum terlihat dengan
jelas.
Pertempuran Marathon adalah kesempatan pertama bagi pasukan bergaya
phalanx untuk menghadapi pasukan yang bersenjata ringan, dan menunjukkan betapa
efektifnya hoplites dalam pertempuran. Formasi phalanx masih rentan dalam
menghadapi kavaleri (yang membuat pasukan Yunani berhati-hati pada Pertempuran
Plataia), namun jika digunakan dalam kondisi yang tepat maka amat berpotensi
menjadi senjata yang sangat berbahaya dan menghancurkan.
Di pihak lain, Persia sepertinya tidak terlalu memerhatikan
penyebab kekalahan mereka di Marathon. Komposisi infanteri Persia pada invasi
kedua tampak sama seperti pada invasi yang pertama, padahal pada masa itu di
sejumlah daerah jajahan Persia juga sudah tersedia hoplites dan infanteri berat
lainnya. Kemungkinan Persia bersikap begitu karena sebelum kalah di Marathon,
pasukan Persia berhasil mengalahkan sejumlah pasukan hoplites di beberapa kota
lainnya di Yunani, sehingga Persia kemungkinan masih merasa bahwa infanteri
mereka tidak kalah unggul dibanding hoplites dan menganggap bahwa peristiwa di
Marathon hanyalah suatu penyimpangan.
0 komentar:
Posting Komentar