Brunei
Darussalam atau Brunei
nama
resmi: Negara Brunei Darussalam, (bahasa Malaysia:Negara Brunei Darussalam,
Jawi: نڬارا بروني دارالسلام), adalah negara berdaulat di Asia Tenggara yang
terletak di pantai utara pulau Kalimantan. Negara ini memiliki wilayah seluas
5.765 km² yang menempati pulau Kalimantan dengan garis pantai seluruhnya
menyentuh Laut Cina Selatan. Wilayahnya dipisahkan ke dalam dua bagian oleh
negara bagian di Malaysia yaitu Sarawak.
Saat ini, Brunei Darussalam memiliki Indeks
Pembangunan Manusia tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah Singapura,
sehingga diklasifikasikan sebagai negara maju. Menurut Dana Moneter
Internasional, Brunei memiliki produk domestik bruto per kapita terbesar kelima
di dunia dalam keseimbangan kemampuan berbelanja.
Sementara itu, Forbes
menempatkan Brunei sebagai negara terkaya kelima dari 182 negara karena
memiliki ladangminyak bumi dan gas alam yang luas. Selain itu, Brunei juga
terkenal dengan kemakmurannya dan ketegasan dalam melaksanakan syariat Islam, baik
dalam bidang pemerintahan maupun kehidupan bermasyarakat.
Asal-usul
Brunei
Silsilah kerajaan Brunei didapatkan pada Batu
Tarsilah yang menuliskan Silsilah Raja-Raja Brunei yang dimulai dari Awang Alak
Betatar, raja yang mula-mula memeluk agama Islam (1368) sampai kepada Sultan
Muhammad Tajuddin (Sultan Brunei ke-19, memerintah antara 1795-1804 dan
1804-1807).
Brunei adalah sebuah negara tertua di antara
kerajaan-kerajaan di tanah Melayu. Keberadaan Brunei Tua ini diperoleh
berdasarkan kepada catatanArab, Cina dan tradisi lisan. Dalam catatan Sejarah
Cina dikenal dengan nama Po-li, Po-lo, Poni atau Puni dan Bunlai. Dalam catatan
Arab dikenali dengan Dzabaj atau Randj.
Catatan tradisi lisan diperoleh dari Syair Awang
Semaun yang menyebutkan Brunei berasal dari perkataan baru nah yaitu setelah
rombongan klan atau suku Sakai yang dipimpin Pateh Berbai pergi ke Sungai
Brunei mencari tempat untuk mendirikan negera baru.
Setelah mendapatkan kawasan
tersebut yang memiliki kedudukan sangat strategis yaitu diapit oleh bukit, air,
mudah untuk dikenali serta untuk transportasi dan kaya ikan sebagai sumber
pangan yang banyak di sungai, maka mereka pun mengucapkan perkataan baru nah
yang berarti tempat itu sangat baik, berkenan dan sesuai di hati mereka untuk
mendirikan negeri seperti yang mereka inginkan. Kemudian perkataan baru nah itu
lama kelamaan berubah menjadi Brunei.
Replika stupa yang dapat ditemukan di Pusat
Sejarah Brunei menjelaskan bahwa agama Hindu-Buddha pada suatu masa dahulu
pernah dianut oleh penduduk Brunei. Sebab telah menjadi kebiasaan dari para
musafir agama tersebut, apabila mereka sampai di suatu tempat, mereka akan
mendirikan stupa sebagai tanda serta pemberitahuan mengenai kedatangan mereka
untuk mengembangkan agama tersebut di tempat itu.
Replika batu nisan P'u Kung
Chih Mu, batu nisan Rokayah binti Sultan Abdul Majid ibni Hasan ibni Muhammad
Shah Al-Sultan, dan batu nisan Sayid Alwi Ba-Faqih (Mufaqih) pula menggambarkan
mengenai kedatangan agama Islam di Brunei yang dibawa oleh musafir, pedagang dan
mubaligh-mubaliqh Islam, sehingga agama Islam itu berpengaruh dan mendapat
tempat baik penduduk lokal maupun keluarga kerajaan Brunei.
Islam mulai berkembang dengan pesat di Kesultanan
Brunei sejak Syarif Ali diangkat menjadi Sultan Brunei ke-3 pada tahun 1425 M
karena sultan yang sebelumnya mengahwini puterinya dengan Syarif Ali. Sultan
Syarif Ali adalah seorang Ahlul Bait dari keturunan / pancir dari Cucu
Rasulullah Shalallahualaihi Wassallam yaitu Amirul Mukminin Hasan / Syaidina
Hasan sebagaimana yang tercantum dalam Batu Tarsilah / prasasti dari abad ke-18
M yang terdapat di Bandar Sri Begawan, Brunei.
Keturunan Sultan Syarif Ali ini
kemudian juga berkembang menurunkan Sultan-Sultan disekitar wilayah Kesultanan
Brunei yaitu menurunkan Sultan-Sultan Sambas dan Sultan-Sultan Sulu.
Kata Darussalam, istilah dalam bahasa Arab untuk
"Tempat yang Damai" atau "Rumah Keamanan", disematkan pada
abad ke-15 oleh Sultan ke-3, Syarif Ali, untuk menegaskan Islam sebagai agama
negara, serta untuk meningkatkan penyebarannya.
Sejarah
Brunei
Para peneliti sejarah telah mempercayai terdapat
sebuah kerajaan lain sebelum berdirinya Kesultanan Brunei kini, yang disebut
orang Tiongkok sebagai Po-ni. Catatan orang Tiongkok dan orang Arab menunjukkan
bahwa kerajaan perdagangan kuno ini ada di muara Sungai Brunei awal abad ke-7
atau ke-8.
Kerajaan itu memiliki wilayah yang cukup luas meliputi Sabah, Brunei
dan Sarawak yang berpusat di Brunei. Kesultanan Brunei juga merupakan pusat
perdagangan dengan China. Kerajaan awal ini pernah ditaklukkan Kerajaan
Sriwijaya yang berpusat di Sumatra pada awal abad ke-9 Masehi dan seterusnya
menguasai Borneo utara dan gugusan kepulauan Filipina.
Kerajaan ini juga pernah
menjadi taklukan (vazal) Kerajaan Majapahit yang berpusat di pulau Jawa. Nama
Brunai tercantum dalam Negarakertagama sebagai daerah bawahan Majapahit.
Kekuasaan Majapahit tidaklah lama karena setelah Hayam Wuruk wafat Brunai
membebaskan diri dan kembali sebagai sebuah negeri yang merdeka dan pusat
perdagangan penting.
Pada awal abad ke-15, Kerajaan Malaka di bawah
pemerintahan Parameswara telah menyebarkan pengaruhnya dan kemudian mengambil
alih perdagangan Brunei. Perubahan ini menyebabkan agama Islam tersebar di
wilayah Brunei oleh pedagangnya pada akhir abad ke-15. Kejatuhan Melaka ke
tangan Portugis pada tahun 1511, telah menyebabkan Sultan Brunei mengambil alih
kepimpinan Islam dari Melaka, sehingga Kesultanan Brunei mencapai zaman
kegemilangannya dariabad ke-15 hinga abad ke-17 sewaktu memperluas kekuasaannya
ke seluruh pulau Borneo dan ke Filipina di sebelah utaranya.
Semasa
pemerintahan Sultan Bolkiah (1473-1521) yang terkenal disebabkan pengembaraan
baginda di laut, malah pernah seketika menaklukkan Manila. kesultanan Brunei
memperluas pengaruhnya ke utara hingga ke Luzon danSulu serta di sebelah
selatan dan barat Kalimantan; dan pada zaman pemerintahan sultan yang
kesembilan, Hassan (1605-1619), yang membangun susunan aturan adat istiadat
kerajaan dan istana yang masih kekal hingga hari ini.
Pada tahun 1658 Sultan Brunei menghadiahkan
sedikit kawasan timur laut Kalimantan kepada Sultan Sulu di FilipinaSelatan
sebagai penghargaan terhadap Sultan Sulu dalam menyelesaikan perang saudara di
antara Sultan Abdul Mubin dengan Sultan Mohyidin. Persengketaan dalam kerajaan
Brunei merupakan satu faktor yang menyebabkan kejatuhan kerajaan tersebut, yang
bersumber dari pergolakan dalam disebabkan perebutan kuasa antara ahli waris
kerajaan, juga disebabkan timbulnya pengaruh kuasa penjajah Eropa di rantau
sebelah sini, yang menggugat corak perdagangan tradisi, serta memusnahkan asas
ekonomi Brunei dan kesultanan Asia Tenggara yang lain.
Pada Tahun 1839, James Brooke dari Inggris datang
ke Serawak dan menjadi raja di sana serta menyerang Brunei, sehingga Brunei
kehilangan kekuasaannya atas Serawak. Sebagai balasan, ia dilantik menjadi
gubernur dan kemudian "Rajah" Sarawak di Barat Laut Borneo sebelum
meluaskan kawasan di bawah pemerintahannya. Pada tanggal 19 Desember1846, pulau
Labuan dan sekitarnya diserahkan kepada James Brooke. Sedikit demi sedikit
wilayah Brunei jatuh ke tangan Inggris melalui perusahaan-perusahaan dagang dan
pemerintahnya sampai wilayah Brunei kelak berdiri sendiri di bawah protektorat
Inggris sampai berdiri sendiri tahun 1984.
Pada masa yang sama, Persekutuan Borneo Utara
Britania sedang meluaskan penguasaannya di Timur Laut Borneo. Pada tahun 1888,
Brunei menjadi sebuah negeri di bawah perlindungan kerajaan Britania dengan
mengekalkan kedaulatan dalam negerinya, tetapi dengan urusan luar negara tetap
diawasi Britania. Pada tahun 1906, Brunei menerima suatu lagi langkah perluasan
kekuasaan Britania saat kekuasaan eksekutif dipindahkan kepada seorang residen
Britania, yang menasihati baginda Sultan dalam semua perkara, kecuali yang
bersangkut-paut dengan adat istiadat setempat dan agama.
Pada tahun 1959, Brunei mendeklarasikan kerajaan
baru yang berkuasa memerintah kecuali dalam isu hubungan luar negeri, keamanan
dan pertahanan di mana isu-isu ini menjadi tanggung jawab Britania. Percobaan
untuk membentuk sebuah badan perundangan pada tahun 1962 terpaksa dilupakan
karena terjadi pemberontakan oleh partai oposisi yaituPartai Rakyat Brunei yang
ingin menyatukan negara Brunei, Sarawak dan North Borneo menjadi Negara
Kesatuan Borneo Utara, tetapi dengan bantuan Britania, pemberontakan ini
berhasil diberantas.
Pada akhir 1950 dan awal 1960, kerajaan Brunei ketika itu
menolak rencana (walaupun pada awalnya menunjukkan minat) untuk bergabung
dengan Singapura,Sabah, Sarawak, dan Tanah Melayu untuk membentuk Malaysia dan
akhirnya Sultan Brunei ketika itu berkehendak untuk membentuk sebuah negara
yang merdeka.
Pada 1967, Omar Ali Saifuddin III telah turun
dari takhta dan melantik putra sulungnya Hassanal Bolkiah, menjadi Sultan
Brunei ke-29. Baginda juga berkenan menjadi Menteri Pertahanan setelah Brunei
mencapai kemmerdekaan penuh dan disandangkan gelar Paduka Seri Begawan Sultan.
Pada tahun 1970, pusat pemerintahan negeri Brunei Town, telah diubah namanya
menjadi Bandar Seri Begawan untuk mengenang jasa baginda. Baginda mangkat pada
tahun 1986.
Pada 4 Januari 1979, Brunei dan Britania Raya
telah menandatangani Perjanjian Kerjasama dan Persahabatan. Pada 1 Januari
1984, Brunei Darussalam telah berhasil mencapai kemerdekaan sepenuhnya.
Saat ini Brunei memiliki wilayah yang lebih kecil
daripada masa lalu, dengan berbatasan dengan Serawak dari sebelah barat sampai
timur wilayah itu, serta sebelah utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan.
Politik
Kerajaan Brunei Darussalam adalah negara yang
memiliki corak pemerintahan monarki absolut dengan Sultan yang menjabat sebagai
Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, merangkap seagai Perdana Menteri dan
Menteri Pertahanan dengan dibantu oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan beberapa
Menteri.
Sultan Hassanal Bolkiah yang gelarnya diturunkan dalam wangsa yang
sama sejak abad ke-15, ialah kepala negara serta pemerintahan Brunei. Baginda
dinasihati oleh beberapa majelis dan sebuah kabinet menteri, walaupun baginda
secara berkesan merupakan pemerintah tertinggi.Media amat memihak kerajaan, dan
kerabat kerajaan melestarikan status yang dihormati di dalam negeri.
Brunei tidak memiliki dewan legislatif, namun
pada bulan September 2000, Sultan bersidang untuk menentukan Parlemen yang
tidak pernah diadakan lagi sejak tahun 1984. Parlemen ini tidak mempunyai kuasa
selain menasihati sultan. Disebabkan oleh pemerintahan mutlak Sultan, Brunei
menjadi salah satu negara yang paling stabil dari segi politik di Asia.
Pertahanan Keamanan Brunei mengandalkan
perjanjian pertahanan dengan Inggris di mana terdapat pasukan Gurkha yang
terutama ditempatkan di Seria. Jumlah pertahanan keamanannya lebih kecil bila
dibandingkan dengan kekayaannya dan negara negara tetangga. Secara teori,
Brunei berada di bawah pemerintahan militer sejak pemberontakan yang terjadi
pada awal dekad 1960-an. Pemberontakan itu dihancurkan oleh laskar-laskar
Britania Raya dari Singapura.
Brunei memiliki dengan hubungan luar negeri
terutama dengan negara negara ASEAN dan negara negara lain serta ikut serta
sebagai anggota PBB. Kesultanan ini juga terlibat konflik Kepulauan Spratly
yang melibatkan hampir semua negara ASEAN (kecuali Indonesia, Kamboja, Laos dan
Myanmar), RRT dan Republik Tiongkok. Selain itu terlibat konflik perbatasan
laut dengan Malaysia terutama masalah daerah yang menghasilkan minyak dan gas
bumi.
Brunei menuntut wilayah diSarawak, seperti Limbang. Banyak pulau kecil
yang terletak di antara Brunei dan Labuan, termasuk Pulau Kuraman, telah
dipertikaikan oleh Brunei dan Malaysia. Bagaimanapun, pulau-pulau ini diakui
sebagai sebagian Malaysia di tingkat internasional.
0 komentar:
Posting Komentar